Kerinci - kasus penggunaan ijazah palsu oleh calon legislatif (caleg) dari beberapa partai politik (parpol) kini mencuat dilakangan masyarakat. Saat ini, pada era teknologi yang semakin modern apa yang tidak bisa dipalsukan?
Gelar sarjana, magister, dan doktor pun dipalsukan. Padahal gelar-gelar ini diberikan sebagai tanda seseorang berdasarkan kemampuan akademis dan intelegensi seseorang yang berhasil menyelesaikan jenjang studi sesuai strata yang ditempuhnya.
Kali ini, mantan oknum Kepsek SMP 29 kerinci Abdurrahman biasa dii sapa tungkau menipu warganya sendiri di ujung pasir tanah Cogok dengan modus pembuatan Ijazah Paket C di salah satu PKBM yang ada di sungai penuh.
Gengsi dan ingin serba cepat. Demi dua hal itu banyak orang mau mengeluarkan uang sampai puluhan juta untuk membuat ijazah palsu ijazah SLTA (SMA) apalagi SLTP (SMP).
Maka ijazah palsu SLTA dan S1 pun laku keras. Komisi Pemilihan Umum (KPU), baik di pusat maupun daerah-daerah menemukan cukup banyak kasus ijazah palsu pada pemilu sebelumnya.
Dasar hukumnya sudah jelas, yaitu pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pemalsuan dan pasal 378 tentang penipuan. Selain itu lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah palsu tersebut juga telah melanggar Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 67, 68, 69 dan 71. Pasal 67 ayat 1 ditegaskan, yang memberikan ijazah ataupun gelar tanpa hak, dapat dipidana paling lama 10 tahun penjara dengan denda maksimal Rp 1 miliar.
Ijazah palsu mengandung beberapa makna. Pertama, ijazah benar-benar dipalsukan. Misalnya, seseorang tidak pernah berkuliah di satu perguruan tinggi toh ia menyandang gelar sarjana karena memiliki ijazahnya. Ijazah ini bisa palsu bisa pula "aspal". Kedua, seseorang mendapatkan ijazah dari suatu lembaga pendidikan yang sebenarnya tidak berhak mengeluarkan ijazah tersebut. Ijazahnya asli, tapi legalitasnya tidak ada.
Sejumlah lembaga luar negeri yang bergerak di bidang "pendidikan main-main" melakukan kegiatan di Indonesia karena mereka menyadari betapa tinggi akan gelar akademik di Indonesia. Padahal lembaga itu tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan ijazah-ijazah tersebut.
Tanggung-jawabnya kepada rakyat, bangsa dan negara dan juga kepada Tuhan tidak ada sama sekali. Masih banyak orang yang menganggap jabatan adalah sebuah kesempatan yaitu kesempatan untuk berkuasa, kesempatan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan tertentu.
Kelangsungan beredarnya ijazah palsu jelas merugikan. Siapa yang rugi? Pertama, adalah para lulusan sarjana yang benar-benar telah memperoleh gelar dengan susah payah. Kesempatan kerja bagi mereka tertutup akibat diambil oleh yang memiliki ijazah palsu itu. Kedua, kerugian bagi Pemerintah Indonesia karena muncul manusia bergelar tapi sebenarnya bodoh.
Sementara Korban inisial HNY dihampiri dirumahnya mengatakan bahwasanya dia sudah membayar uang 10 juta untuk pengurusan ijazah Paket C. Namun setelah di cek tidak terdaftar, di dinas pendidikan.
Sementara oknum Mantan Kepsek SMP 29 Koto petai Abdur Rahman di konfirmasi pada yang lalu mengatakan, “iya sudah kita biang ijzah Paket C hanya bisa digunakan untuk kerja saja” ucapnya.
Berbasar hukumnya sudah jelas, yaitu pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pemalsuan dan pasal 378 tentang penipuan. (Hps)
Facebook comments