Kerinci - Hampir setiap tahun, laporan tentang pungutan liar oleh komite sekolah kerap dilaporkan ke Ombudsman RI. Mulai dari komite sekolah dasar, menengah pertama hingga sekolah Menengah Atas atau SMKN. Merujuk ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2022. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat. Masyarakat dalam hal ini adalah peserta didik, orang tua atau wali peserta didik serta pihak lain selain yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Sumber pendanaan pendidikan yang berasal dari pungutan, hanya boleh dilakukan oleh sekolah. Namun, tentunya harus memperhatikan rambu - rambu yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain pungutan harus didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Perencanaan diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan, dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan, tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomi, menerapkan sistem subsidi silang, diaudit oleh akuntan publik apabila jumlahnya melebihi ketentuan, dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik.
Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. Selain pihak sekolah, maka tidak boleh ada pihak lain yang melakukan pungutan. Pihak lain hanya boleh melakukan sumbangan. Namun dalam tataran praktik, ada saja pihak yang melakukan pungutan tidak sesuai dengan ketentuan, termasuk dalam hal ini yang dilakukan oleh komite sekolah.
Bentuk partisipasi pendanaan pendidikan dari masyarakat bisa dilakukan melalui komite sekolah, dalam bentuk sumbangan pendidikan. Dalam kenyataan di lapangan, komite sekolah cenderung salah dalam mengartikan partisipasi pendidikan tersebut. Partisipasi pendidikan yang dikehendaki oleh aturan adalah bentuknya sumbangan, bukan pungutan. Berkaca dari laporan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman RI, praktik pungutan kepada peserta didik yang dilakukan komite sekolah, marak terjadi. Tentunya, praktik demikian, tidak seperti yang diharapkan oleh pembentuk undang-undang, karena sumbangan pendidikan merupakan pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Frasa "pemberian" dapat dimaknai bahwa inisiatif untuk melakukan sumbangan adalah dari si pemberi.
Pasal 12 huruf b Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, dengan tegas melarang komite sekolah, baik secara kolektif atau persorangan melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya. Kenapa selama ini komite sekolah dikatakan melakukan pungutan, karena berdasakan keluhan orang tua siswa, komite sekolah menentukan jumlah dan waktu pembayarannya. Esensi dari sumbangan adalah pemberian secara sukarela.
Ada mekanisme pengumpulan sumbangan yang keliru yang dimaknai oleh komite sekolah. Dalih-dalihnya sumbangan, tapi isinya pungutan. Walaupun sebenarnya sudah dilakukan pembahasan dengan orang tua atau wali peserta didik. Tetap saja, bentuknya pungutan, karena ada penetapan jumlah yang harus "disumbangkan" ke komite sekolah.
Kita sangat menyadari, tentunya sumbangan dari peserta didik atau masyarakat sangat dibutuhkan oleh sekolah. Ada biaya-biaya yang bisa yang tidak cukup dicover oleh dana BOS atau BOSDA. Oleh karena itu, partispasi masyarkat dalam bentuk sumbangan sangat diperlukan untuk menutupi kekurangan biaya yang dikeluarkan oleh sekolah. Misalnya menggaji guru honorer, pengembangan sarana prasara pendidikan, program peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan, biaya mengikuti berbagai lomba dari peserta didik, pembiayaan kegiatan operasional yang mendesak dan biaya lain-lainnya.
Namun demikian, ada rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh komite sekolah dalam melakukan penggalangan dana pendidikan, antara lain membuat proposal diketahui oleh sekolah, dibuat rekening bersama antara sekolah dan komite sekolah untuk menampung hasil penggalangan dana, penggalangan dana tidak boleh bersumber dari perusahaan rokok dan minuman beralkohol maupun dari partai politik, serta menyampaikan laporan penggalangan dana kepada orang tua/wali peserta didik secara berkala.
Komite sekolah dituntut inovatif dan kreatif dalam melakukan pengumpulan sumbangan. Misalnya mengajukan proposal kepada perusahaan atau alumni di sekolah itu. Mengadakan event-event atau bazar amal di sekolah, mengadakan lomba-lomba, sehingga lebih mudah menggalang dana dari pihak sponsor. (hps)
Facebook comments